Workshop Jum'at, 28 November 2014 by TEAM EXELLENT PERSONALITY" @Aula SD INTIS SCHOOL YK
"Cara mengolah/memanage emosi ketika menghadapi perilaku anak"
PERILAKU
Anak biasanya meniru ortunya. Jika ortu pemarah, anak juga pemarah. Jika ortu lebih sibuk dengan gadgetnya, anak akan cari perhatian.
Anak menjalani hidupnya berdasarkan kenyamanannya. Anak belum bisa berfikir apakah yang dilakukan itu bermanfaat atau tdk bagi dirinya. Kalau anak merasa gak nyaman dia akan cari perhatian. Anak blm paham tentang kejar prestasi, rangking, trofi dll.
Permintaan anak pada ortunya hanyalah 'cinta tanpa syarat':
♡menerima dirinya apa adanya,
♡tdk membandingkan,
♡mendengar keluh kesahnya.
Anak usia <11th merupakan bentukan ortunya. Jika ada masalah pada anak, maka yang perlu dibenahi adalah ortunya. Ada perilaku tertentu dari ortu yang diamati & ditirukan oleh anak. Ketika ortu marah & ceramah panjang lebar, sesungguhnya anak gak paham apa yang diomongkan ortunya, yang membekas dlm pikiran anak hanyalah ekspresi kemarahan ortunya.
Perilaku anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan & gen. Faktor keturunan paling mendominasi. Yang bisa diturunkan pada anak: bentuk tubuh, sifat, pola tidur dll.
Anak lebih banyak berada di rumah daripada di sekolah. Ortu gak bisa mengharapkan bahwa anak sudah disekolahkan anak akan menjadi baik. Membimbing anak menjadi tanggung jwb bersama, lingkungan & ortu.
Kegagalan yang dialami pada masa anak2 ketika dia dewasa akan muncul masalah tentang cara bagaimana mengatur diri, mengatur emosi dll.
Perilaku anak di masa datang akibat dari perilaku anak di masa lalu.
Menanamkan perilaku yang baik pada anak lebih penting drpd prestasi. Prestasi asal dilatih akan bs didapatkan. Faktor akademik hanya berperan 50-60% dlm hal pekerjaan, improvisasi lebih penting.
Anak akan mudah terombang ambing jika hubungan personalnya kacau. Prosentase perasaan lebih besar drpd logika.
Jika gak mampu mengatur emosi, akan menganggu hal2 yang sudah direncanakan dengan baik.
Pada kurikulum lebih banyak logika yang dimainkan. Akhirnya anak terbiasa semua hal akan dihitung2 bahkan sampai hubungan personaliti juga akan dihitung.
#Jika kamu baik sy jg baik, kalau kamu gka baik maka jangan salahkan saya
Terjadi dualisme pendidikan. Tdk ada 1 pemahaman yg didapat anak antara di sekolah & di rumah. Akhirnya anak akan cari perhatian. Anak yang ceria cari perhatian dengan pecicilan, anak pendiam biasanya gak keliatan.
Status pendidikan tidak berkaitan dengan pola perilaku. Ada ayah yang S3 kalau marah suka menempeleng anak/istrinya.
Problem/trauma rata2 dialami anak di umur <12th. Anak yg mengalami trauma di masa kecilnya, dia gak bisa ceritakan tapi kemudian memilih perilaku2 agar tidak mengalami hal seperti itu lagi di masa datang. Anak berpikir, orang yang dkt saja bisa mengecewakannya apalagi orang lain. Dia akan memilah dunianya sendiri (pilih teman berdasarkan kenyamanannya).
Pdhal prinsip dlm Islam kita hrs silaturahim tanpa pilih2, krn bisa jadi org yang dijauhi justru yang akan membawa rejeki. Tapi krn dia pilih2 teman akhirnya akan merugikan dirinya sendiri.
Seberapa jauh anak bisa mengontrol emosinya tergantung dengan kasih sayang yang diterima. Kasih sayang & cinta akan memberikan dorongan kognitif jangka panjang.
Sebuah perilaku itu ikutan. Perilaku yang menyenangkan akan lbh laten, jika target gak tercapai stressnya akan lbh besar.
HATI
Isi otak adalah pikiran. Wadah dari perasaan adalah hati/qolbu. Yang dipahami sebagai qolbu/hati yang sebenarnya adalah jantung. Yang merasakan sakit, berdetak kencang adalah jantung.
Ada syaraf di dlm jantung yang tugasnya mencari solusi. Ketika sedang di bawah tekanan (stres), syaraf tsb mengkerut/tdk bekerja. Maka ketika menghadapi masalah yang simple saja akan terasa sulit.
Yang bisa membuka syaraf tsb adalah 'Kecerdasan hati', yaitu perasaan ikhlas & sabar.
Kecerdasan hati:
- mampu menyelesaikan masalah yang tdk bisa diselesaikan oleh pikiran.
- mampu untuk selalu mendapatkan solusi.
PIKIRAN
Bgmn Mensinkronkan Hati & Pikiran?
Dalam membangun kecerdasan pikiran anak belum tentu juga kecerdasan hatinya. Anak hanya memerlukan rasa nyaman. Anak jgn dilarang tapi dialihkan. Anak hanya tau melakukan sesuatu krn dia bahagia. Jika kita melarang anak itu berarti kita telah merebut kebahagiaannya.
Jika terlalu biasa menggunakan logika, biasanya perasaan gak dihitung.
Cara kt berkomunikasi dengan anak, anak akan tau bhw dia sedang disepelekan atau kurang diperhatikan.
Kecerdasan anak berbeda2 sesuai dengan umurnya. Semakin dewasa org akan bisa menutupi kemarahannya & ada juga yang ekspresif. Keduanya sama2 keliru, krn akan menyakiti diri sendiri.
- Org yang ekspresif : akan membuat lingkungannya ga nyaman, krn hrs memahami dia trs.
- Org yg tertutup : org lain gak bisa memahaminya. Hal ini jauh lbh bahaya kalau emosinya gak tertahan lagi (bisa stroke).
Pikiran dalam 1 minggu biasanya sudah lupa. Tapi kalau perasaan, dari lahir gak mudah hilang.
Anak yang penampilannya bagus blm tentu dia baik/alim. Itu hanya topeng. Di rumah keliatan baik, di luar rumah ternyata gak baik (nakal/liar). Perilaku asertif akan mampu mengontrol anak ketika berada diluar jangkauan ortu/guru.
Yang penting bukan seberapa lama ortu bisa mendampingi anak, tapi kualitasnya (perhatian yang penting).
Dalam menilai karakter seseorang berdasarkan sudut prasangka & sudut pandang positif.
Org memilih karakter tanpa disadari. Dia akan menilai sesuai dengan pandangannya. Pdhal bisa jadi yang dilihat itu bukan karakter yang sebenarnya, hanya topengnya saja. Jika gak sesuai dengan pandangannya maka topeng itu akan hilang.
Dlm menilai org, kontrol emosi 80% drpd logika.
Bentuk pikiran itu abstrak (energi). Perasaan apa yang kita miliki akan keluar & menyentuh apa yang ada di sekitar kita. Doa bekerja melalui gelombang energi. Perasaan tsb jika trs dimiliki akan bisa membentuk/mengatur lingkungan.
Fungsi otak memerintahkan otot bergerak. Antara kerja otak & jantung lbh cepat drpd kedipan mata. Dari mendengar langsung jadi reaksi.
Jika perasaan negatif akan mudah memicu perbuatan negatif.
Meregulasi emosi : bagaimana dlm keadaan/situasi tertentu yang tumpang tindih gak akan terganggu perasaannya (tetep fokus).
PERASAAN
1 rangsangan bisa memberikan efek yang berbeda pada setiap orang.
1 rangsangan bisa mengingatkan pada memori, baik sedih/menyenangkan.
Perilaku akan memicu/mempengaruhi perasaan.
Perubahan suhu, warna ruangan, cuaca, musik/lagu, dll yang mengingatkan kejadian di masa lalu akan memicu perilakunya = 'Kecerdasan pikiran bawah sadar'.
Sebuah kejadian akan dikonversi ke dlm emosi. Walaupun org sudah lupa kejadian tsb, tapi memori itu sesungguhnya masih terpendam, suatu saat akan muncul kembali jika terbawa suasana yang memicu emosi tsb.
Misal: org yang putus cinta ketika di tempat tertentu atau pas dengar lagu tertentu, suatu ketika dia berada di tempat itu lg atau mendengar lagu itu lg akan kembali teringat dg sang mantan & perasaan sakit hatinya ketika putus cinta.
Trauma/phobia yg terbawa dr kecil akan membentuk perilaku ketika dewasa. Kelak dia akan memilih teman yang sesuai dengan kenyamanannya. Org yang suka gosip akan berteman dengan orang suka gosip, orang yang suka belanja akan berteman dengan orang suka belanja.
Trauma/phobia2 yang dialami anak akan menganggu anak di masa yad.
Dlm mendidik anak, kita dituntut bgmn memformulasikan sebuah cara dimana dlm 1 kelas ada anak2 yang berbeda kepribadian & sifatnya tp bisa mempunyai fokus perasaan yg sama (positif & suka belajar).
Bagaimanapun jika anak sudah terlanjur trauma (mempunyai memori yang buruk), apakah akan mengendap selamanya atau bisa dihapus?
Sebuah memori akan membentuk perilaku kita. Memori tsb msk berupa coding2 yg bs dihapus. Merubah trauma/phobia bs dilakukan dg terapi perilaku (NLP).
"Cara mengolah/memanage emosi ketika menghadapi perilaku anak"
PERILAKU
Anak biasanya meniru ortunya. Jika ortu pemarah, anak juga pemarah. Jika ortu lebih sibuk dengan gadgetnya, anak akan cari perhatian.
Anak menjalani hidupnya berdasarkan kenyamanannya. Anak belum bisa berfikir apakah yang dilakukan itu bermanfaat atau tdk bagi dirinya. Kalau anak merasa gak nyaman dia akan cari perhatian. Anak blm paham tentang kejar prestasi, rangking, trofi dll.
Permintaan anak pada ortunya hanyalah 'cinta tanpa syarat':
♡menerima dirinya apa adanya,
♡tdk membandingkan,
♡mendengar keluh kesahnya.
Anak usia <11th merupakan bentukan ortunya. Jika ada masalah pada anak, maka yang perlu dibenahi adalah ortunya. Ada perilaku tertentu dari ortu yang diamati & ditirukan oleh anak. Ketika ortu marah & ceramah panjang lebar, sesungguhnya anak gak paham apa yang diomongkan ortunya, yang membekas dlm pikiran anak hanyalah ekspresi kemarahan ortunya.
Perilaku anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan & gen. Faktor keturunan paling mendominasi. Yang bisa diturunkan pada anak: bentuk tubuh, sifat, pola tidur dll.
Anak lebih banyak berada di rumah daripada di sekolah. Ortu gak bisa mengharapkan bahwa anak sudah disekolahkan anak akan menjadi baik. Membimbing anak menjadi tanggung jwb bersama, lingkungan & ortu.
Kegagalan yang dialami pada masa anak2 ketika dia dewasa akan muncul masalah tentang cara bagaimana mengatur diri, mengatur emosi dll.
Perilaku anak di masa datang akibat dari perilaku anak di masa lalu.
Menanamkan perilaku yang baik pada anak lebih penting drpd prestasi. Prestasi asal dilatih akan bs didapatkan. Faktor akademik hanya berperan 50-60% dlm hal pekerjaan, improvisasi lebih penting.
Anak akan mudah terombang ambing jika hubungan personalnya kacau. Prosentase perasaan lebih besar drpd logika.
Jika gak mampu mengatur emosi, akan menganggu hal2 yang sudah direncanakan dengan baik.
Pada kurikulum lebih banyak logika yang dimainkan. Akhirnya anak terbiasa semua hal akan dihitung2 bahkan sampai hubungan personaliti juga akan dihitung.
#Jika kamu baik sy jg baik, kalau kamu gka baik maka jangan salahkan saya
Terjadi dualisme pendidikan. Tdk ada 1 pemahaman yg didapat anak antara di sekolah & di rumah. Akhirnya anak akan cari perhatian. Anak yang ceria cari perhatian dengan pecicilan, anak pendiam biasanya gak keliatan.
Status pendidikan tidak berkaitan dengan pola perilaku. Ada ayah yang S3 kalau marah suka menempeleng anak/istrinya.
Problem/trauma rata2 dialami anak di umur <12th. Anak yg mengalami trauma di masa kecilnya, dia gak bisa ceritakan tapi kemudian memilih perilaku2 agar tidak mengalami hal seperti itu lagi di masa datang. Anak berpikir, orang yang dkt saja bisa mengecewakannya apalagi orang lain. Dia akan memilah dunianya sendiri (pilih teman berdasarkan kenyamanannya).
Pdhal prinsip dlm Islam kita hrs silaturahim tanpa pilih2, krn bisa jadi org yang dijauhi justru yang akan membawa rejeki. Tapi krn dia pilih2 teman akhirnya akan merugikan dirinya sendiri.
Seberapa jauh anak bisa mengontrol emosinya tergantung dengan kasih sayang yang diterima. Kasih sayang & cinta akan memberikan dorongan kognitif jangka panjang.
Sebuah perilaku itu ikutan. Perilaku yang menyenangkan akan lbh laten, jika target gak tercapai stressnya akan lbh besar.
HATI
Isi otak adalah pikiran. Wadah dari perasaan adalah hati/qolbu. Yang dipahami sebagai qolbu/hati yang sebenarnya adalah jantung. Yang merasakan sakit, berdetak kencang adalah jantung.
Ada syaraf di dlm jantung yang tugasnya mencari solusi. Ketika sedang di bawah tekanan (stres), syaraf tsb mengkerut/tdk bekerja. Maka ketika menghadapi masalah yang simple saja akan terasa sulit.
Yang bisa membuka syaraf tsb adalah 'Kecerdasan hati', yaitu perasaan ikhlas & sabar.
Kecerdasan hati:
- mampu menyelesaikan masalah yang tdk bisa diselesaikan oleh pikiran.
- mampu untuk selalu mendapatkan solusi.
PIKIRAN
Bgmn Mensinkronkan Hati & Pikiran?
Dalam membangun kecerdasan pikiran anak belum tentu juga kecerdasan hatinya. Anak hanya memerlukan rasa nyaman. Anak jgn dilarang tapi dialihkan. Anak hanya tau melakukan sesuatu krn dia bahagia. Jika kita melarang anak itu berarti kita telah merebut kebahagiaannya.
Jika terlalu biasa menggunakan logika, biasanya perasaan gak dihitung.
Cara kt berkomunikasi dengan anak, anak akan tau bhw dia sedang disepelekan atau kurang diperhatikan.
Kecerdasan anak berbeda2 sesuai dengan umurnya. Semakin dewasa org akan bisa menutupi kemarahannya & ada juga yang ekspresif. Keduanya sama2 keliru, krn akan menyakiti diri sendiri.
- Org yang ekspresif : akan membuat lingkungannya ga nyaman, krn hrs memahami dia trs.
- Org yg tertutup : org lain gak bisa memahaminya. Hal ini jauh lbh bahaya kalau emosinya gak tertahan lagi (bisa stroke).
Pikiran dalam 1 minggu biasanya sudah lupa. Tapi kalau perasaan, dari lahir gak mudah hilang.
Anak yang penampilannya bagus blm tentu dia baik/alim. Itu hanya topeng. Di rumah keliatan baik, di luar rumah ternyata gak baik (nakal/liar). Perilaku asertif akan mampu mengontrol anak ketika berada diluar jangkauan ortu/guru.
Yang penting bukan seberapa lama ortu bisa mendampingi anak, tapi kualitasnya (perhatian yang penting).
Dalam menilai karakter seseorang berdasarkan sudut prasangka & sudut pandang positif.
Org memilih karakter tanpa disadari. Dia akan menilai sesuai dengan pandangannya. Pdhal bisa jadi yang dilihat itu bukan karakter yang sebenarnya, hanya topengnya saja. Jika gak sesuai dengan pandangannya maka topeng itu akan hilang.
Dlm menilai org, kontrol emosi 80% drpd logika.
Bentuk pikiran itu abstrak (energi). Perasaan apa yang kita miliki akan keluar & menyentuh apa yang ada di sekitar kita. Doa bekerja melalui gelombang energi. Perasaan tsb jika trs dimiliki akan bisa membentuk/mengatur lingkungan.
Fungsi otak memerintahkan otot bergerak. Antara kerja otak & jantung lbh cepat drpd kedipan mata. Dari mendengar langsung jadi reaksi.
Jika perasaan negatif akan mudah memicu perbuatan negatif.
Meregulasi emosi : bagaimana dlm keadaan/situasi tertentu yang tumpang tindih gak akan terganggu perasaannya (tetep fokus).
PERASAAN
1 rangsangan bisa memberikan efek yang berbeda pada setiap orang.
1 rangsangan bisa mengingatkan pada memori, baik sedih/menyenangkan.
Perilaku akan memicu/mempengaruhi perasaan.
Perubahan suhu, warna ruangan, cuaca, musik/lagu, dll yang mengingatkan kejadian di masa lalu akan memicu perilakunya = 'Kecerdasan pikiran bawah sadar'.
Sebuah kejadian akan dikonversi ke dlm emosi. Walaupun org sudah lupa kejadian tsb, tapi memori itu sesungguhnya masih terpendam, suatu saat akan muncul kembali jika terbawa suasana yang memicu emosi tsb.
Misal: org yang putus cinta ketika di tempat tertentu atau pas dengar lagu tertentu, suatu ketika dia berada di tempat itu lg atau mendengar lagu itu lg akan kembali teringat dg sang mantan & perasaan sakit hatinya ketika putus cinta.
Trauma/phobia yg terbawa dr kecil akan membentuk perilaku ketika dewasa. Kelak dia akan memilih teman yang sesuai dengan kenyamanannya. Org yang suka gosip akan berteman dengan orang suka gosip, orang yang suka belanja akan berteman dengan orang suka belanja.
Trauma/phobia2 yang dialami anak akan menganggu anak di masa yad.
Dlm mendidik anak, kita dituntut bgmn memformulasikan sebuah cara dimana dlm 1 kelas ada anak2 yang berbeda kepribadian & sifatnya tp bisa mempunyai fokus perasaan yg sama (positif & suka belajar).
Bagaimanapun jika anak sudah terlanjur trauma (mempunyai memori yang buruk), apakah akan mengendap selamanya atau bisa dihapus?
Sebuah memori akan membentuk perilaku kita. Memori tsb msk berupa coding2 yg bs dihapus. Merubah trauma/phobia bs dilakukan dg terapi perilaku (NLP).