Selasa, 19 Februari 2013

Ketika Tato Menjadi Pengingat



Pagi ini terasa gerah sekali , bukan karena sinar mentari yang mulai merangkak naik ingin menampakkan keberadaannya, tapi karena cerita  temanku Leni yang membuatku terperangah. Aku hanya bisa menatap wajah cantik nan lembut Leni dengan penuh rasa tidak percaya …uuuuufftt  ternyata ia seorang perempuan yang  menyimpan banyak bara dalam hatinya!
Lontong sayur yang sedang ku makan di warung bu Susi depan kantor pos terasa susah melewati kerongkonganku, ketika Ia mulai menceritakan kisah hidupnya yang pahit namun berakhir dengan indah.

“Mungkin ini karmaku Chan katanya memulai cerita”. kupandangi wajah teduh Leni yang cantik dengan kerudung warna ungu yang serasi dengan bajunya. Wanita mapan ini terlihat tak menanggung beban kesehariannya. Bagaimana tidak, setiap orang pastilah melihatnya bagai sosok perempuan matang yang bahagia, mempunyai keluarga yang menyenangkan dengan dua anak laki laki dan perempuan, materi yang lebih dari cukup. Namun sungguh terbalik 180 derajat saat ia lanjutkan kisah hidupnya dengan desahan yang panjang.

“Jika saya waktu itu menuruti menikah dengan laki laki pilihanku sendiri dan tak tergoda dengan laki laki lain aacchhh”  lagi lagi terlihat buram mata Leni, mata indahnya mulai berkaca kaca nampak benar beban berat di pikulnya. Leni meneguk teh anget yang sudah di sajikan bu Susi tadi  untuk menahan air matanya supaya tidak jatuh di pipinya. Pemandangan ini lagi lagi membuat lontong sayurku susah ku telan.

 Setelah bisa menguasai diri Leni menjutkan ceritanya. Dia dulu semasa masih gadis bekerja di perusahaan pengolahan kayu di daerah jawa timur. Karir Leni nampaknya bagus karena dia menduduki jabatan sebagai kepala bagian keuangan di perusahaan tersebut. Salah satu tugas dia adalah membagikan gaji seluruh karyawan, tugas itu membuat dia berinteraksi secara personal dengan setiap karyawan di perusahaan itu.

Ada salah satu karyawan yang jatuh hati pada Leni. Laki laki itu bernama Heri, sosok Heri memang orang yang berpengaruh di perusahaan tersebut. Setiap hari Heri  datang ke ruangan Leni untuk sekedar mengobrol dan bercanda. Karena sudah terbiasa bercanda itu, Leni akan merasa kurang jika satu hari tidak jumpa dengan lelaki itu.

“Tahu gak pada waktu itu pikiranku selalu ingin di dekat dia, ingin ngobrol dengan dia, ingin berbagi dengan dia, selalu teringat senyum manisnya, sehingga aku lupa kalau aku sudah menerima pinangan Sulkhan, seorang lelaki yang sudah aku kenal sejak masa awal kuliah dulu, aku tergoda ” terdengar suara lirih Leni yang mengartikan penyesalan yang mendalamnya.

Heri lelaki satu perusahaan itu akhirnya mengajak Leni untuk menikah dengannya. Pada awalnya Leni bingung dan bimbang karena dia sudah menerima pinangan lelaki dan tinggal menunggu hari H nya saja, semua persiapan sudah  di siapkan.

Akhirnya Leni melarikan diri dari rumah untuk menikah dengan Heri yang dia anggap akan memberikan kehidupan yang menyenangkan, suatu keputusan yang menjadi titik awal kehidupan yang terbalik 180 derajat.

Dalam batinku aku berkata, “Memang kadang kita merasa yakin dengan apa yang kita pilih , kita melupakan kemampuan kita sebagai manusia yang terbatas, hanya Allah yang maha tahu apa yang terbaik buat kita’’. Satu pelajaran lagi yang bisa ku ambil dari cerita Leni pagi ini.
Tiba tiba Leni menatapku tajam dan berkata “Tapi  apapun yang terjadi dalam hidupku aku yakin itu cara Allah mendidik aku’’, “Semua yang terjadi pada kita pasti seijin Allah kan Len” kataku untuk menguatkan hati Leni.
Dalam perjalanan waktu pernikahannya, semakin hari semakin membuat hidup Leni tidak nyaman lagi. Dia sering menjadi sasaran kemarahan suaminya, bukan hanya kata kata yang bagai belati tajam yang siap menyanyat hati, namun tangan suaminya sudah mulai ikut andil dalam kemarahan itu. Apalagi sejak suaminya di pindah tugaskan di luar pulau jawa karena perusahaan tersebut membuka cabang di daerah yang ku tempati sekarang ini.

Oh iya… aku berkenalan dengan Leni pada waktu kami sama sama menunggui anak yang baru masuk sekolah TK, pada waktu itu aku baru pindah ke sebuah kota kecil di Sumatra Utara. Dari logat bicaranya aku tahu kalau dia berasal dari Jawa timur. Leni menunggui anak keduanya aku menunggui anak pertamaku. Biasanya sambil nungguin anak, kita belajar bikin tas dari manik manik dari situlah kemudian kita menjadi akrab.

Hati Leni semakin hari semakin dalam lukanya, yang tidak mudah terhapus dengan derai air mata yang keluar dari kedua mata indah Leni betapa tidak, dengan terang terangan Heri menato nama pacarnya di setiap tubuh suaminya entah di tangan ,  kaki atau  badannya. “Bisakah kamu bayangkan  ketika kamu jumpai tato nama perempuan di tubuh suamimu, bisa Chan?’’ dengan nada agak tinggi dan menatap mataku dengan tajam Leni berkata padaku.

Mata Leni yang menyala seperti ada api dalam bola matanya menyiratkan luka, kemarahan, nestapa yang terus bertambah, seakan sudah tidak bisa dia pikul lagi. Dan ternyata tidak hanya satu nama yang menempel di tubuh suaminya, ada banyak nama karena setiap dia punya pacar baru pasti nama perempuan itu akan di tato di tubuhnya. Teman saya Leni sudah terbiasa  melihat nama baru tertato di tubuh suaminya, Leni sudah tidak mau memikirkan nama nama itu.

Iseng iseng ku tanya ”Len ada gak salah satu tato itu bertulisakan Susi?” sambil kulirik penjual lontong sayur yang sedang asyik melayani pembeli yang lain. Leni langsung tersenyum sambil menahan geli mendengar pertanyaanku ”Aku gak ngapalin nama nama itu ,kan gak keluar pertanyaan itu nanti waktu kita jawab soal ujian”  jawabnya. Akhiranya kami berdua bisa tertawa sejenak dan Leni bisa menurunkan emosi dia.

Pada waktu melarikan diri dan membatalkan pernikahan dengan Sulkhan pastilah orang tuanya marah dan mendapat malu. Hal itu yang membuat Leni merasa bersalah dan berjanji tidak akan membikin malu orang tuanya lagi. Pernikahannya memang bagai memakan buah simalakama, walau jurang luka semakin menganga namun Leni harus kuat untuk menangungnya, walau terasa tersudut dengan keadaan, Leni berusaha ikhlas karena dia tidak akan membikin malu orang tuanya dan dia ingin melihat kehidupan anak anaknya tumbuh sebagai mana layaknya anak anak lainnya.

Pernah pada suatu saat senja mulai menghampiri, menjelang pergantian dengan malam Leni duduk termenung di kebun belakang sambil merawat bunga bunganya, sesaat dia teringat akan keluarga Sulkhan datang ke rumah orang tuanya untuk melamar, wajah bahagia terpancar dari semua orang yang berkumpul di ruang tamu, karena memang Sulkhan sudah di sayangi kedua orang tuanya Leni karena dia orangnya sopan dan menghormati orang tua.

Terbayang juga wajah marah bapaknya dan tangis ibunya saat Leni mengungkapkan ingin membatalkan perkawinannya dengan Sulkhan. Sejenak mata Leni terpejam ,terasa berat beban Leni membayangkan malunya orang tuanya pada keluarga Sukhan. Dia berjanji akan mempertahankan perkawinannya walau terasa berat untuk menjalaninya.

Pergaulan Leni juga di batasi oleh suaminya, pernah suatu saat ketika dia dan suaminya belanja di supermarket terus bertemu dengan pegawai bank yang biasa melayani Leni di bank tersebut, pegawai bank itu menyapa Leni dengan akrab dan sopan karena memang urusan perbankan suami Leni tidak mau mengurusi, semua di pasrahkan ke istrinya dan kebetulan gaji karyawan perusahaan melalui bank tersebut,  suami Leni terus marah mencurigai Leni mempunyai hubungan khusus dengan pegawi bank tersebut.
Pertengkaran berlanjut di mobil dalam perjalanan pulang, seketika Leni di turunkan di tengah jalan, padahal jarak masih jauh untuk sampai ke rumahnya, dan pada waktu itu Leni tidak membawa dompet dan hp, jadi dia harus jalan kaki untuk sampai ke rumahnya, alasan lain dengan berjalan kaki maka energi marahnya terbuang di bekas tapak tapak kakinya. Leni memang jarang keluar rumah karena setiap keluar rumah pulangnya akan menimbulkan pertengkaran dengan suaminya.

Dalam setiap sujudnya Leni memohon ampun atas kesalahan kesalahan yang pernah dia buat terutama kepada orang tuanya, dia mengadu kepada Allah tentang masalah rumah tangganya.
Suatu saat suami ikut pelatihan manajemen kalbu, entah kenapa hati suaminya tergerak untuk ikut pelatihan tersebut yang di adakan di sebuah hotel selama 3 hari. Sungguh Allah maha berkehendak, Dia menghendaki siapa yang akan di beri hidayah.

Begitu pintu rumah di buka Leni karena mengetahui suaminya sudah pulang, seketika suaminya duduk tersimpuh dan menciumi kaki Leni dengan suara tangis sejadi jadinya suaminya meminta maaf karena telah memberikan bara begitu banyak di hati istrinya. Tak terasa air mataku jatuh juga ketika membayangkan kejadian itu , sungguh suatu moment indah dan mengharukan. Tato yang melekat itu bagi suami Leni mengingatkan akan bara yang telah dia tanamkan di istrinya dan akan di siramnya bara itu dengan ketulusan kasih sayangnya.

“Allah akan selalu mendengar doamu, Dialah sebaik baiknya penolongmu” pesan Leni kepadaku sambil memberikan tissue kepadaku. Obrolan pagi di warung bu Susi sungguh memberikan banyak pelajaran padaku. Terima kasih teman telah berbagi cerita kepadaku. Kisah ini merupakan kisah sahabatku “MB” di sebuah kota kecil di Sumatera Utara.

5 komentar:

  1. betul sekali bu chandra ......

    BalasHapus
  2. apanya yang betul +haris sarjita?

    BalasHapus
  3. www,pokers128,net adalah salah satu Agen Poker yang menawarkan jasa untuk penukaran chips secara online. Segera bergabung bersama www,pokers128,net dan rasakan sensasi pelayanan yang istimewah sehingga sebagai member setia www,pokers128,net anda akan merasakan nyaman dengan Customer Servis kami yang siap melayani semua keluhan anda. (PIN BBM : 7AC8D76B)














    BalasHapus
  4. www,pokers128,net adalah salah satu Agen Poker yang menawarkan jasa untuk penukaran chips secara online. Segera bergabung bersama www,pokers128,net dan rasakan sensasi pelayanan yang istimewah sehingga sebagai member setia www,pokers128,net anda akan merasakan nyaman dengan Customer Servis kami yang siap melayani semua keluhan anda. (PIN BBM : 7AC8D76B)














    BalasHapus